Jumat, 20 April 2012

RITEL

GO SINAU BAHAN BACAAN BOCAH-BOCAH PEMASARAN, NEK PENGIN PINTER MOCO SIK ASYIK MATERI IKI YOOOOOO

A. Pengertian Usaha Eceran/Ritel

      Kata Ritel berasal dari bahasa perancis, ‘retailler’ , yang berarti memotong atau memecahkan sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Eceran berarti secara satu-satu; sedikit-sedikit (tentang penjualan atau pembelian barang); ketengan. Usaha eceran/ritel adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang, jasa ataupun keduanya secara sedikit-sedikit atau satu-satu langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi, keluarga, ataupun rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis (dijual kembali). Usaha eceran atau ritel tidak hanya terbatas pada penjualan barang, seperti sabun, minuman, ataupun deterjen, tetapi juga layanan jasa seperti jasa potong rambut, ataupun penyewaan mobil.
      Usaha eceran/ritel pun tidak harus selalu di lakukan di toko, tapi juga bisa dilakukan melalui telepon atau internet, disebut juga dengan eceran/ritel non-toko.
Secara garis besar, usaha ritel yang berfokus pada penjualan barang sehari-hari terbagi dua, yaitu usaha ritel tradisional dan usaha ritel modern. Ciri-ciri usaha ritel tradisional adalah sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan / manajemennya masih sederhana, tidakmenawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar-menawar  harga dengan  pedagang, serta produk yang dijual tidak dipajang secara terbuka sehingga pelanggan tidak mengetahui apakah peritel memiliki  barang yang dicari atau tidak.
Sedangkan usaha ritel modern  adalah sebaliknya, menawarkan tempat  yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga jual sudah tetap (fixed price) sehingga tidak ada proses tawar-menawar dan adanya sistem swalayan / pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa  melihat, memilih,
bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.

B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Ritel

Ada tiga faktor yang dapat mendorong usaha ritel berhasil, antara lain sebagai berikut.
1.      Lokasi Usaha
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam memulai atupun mengembangkan usaha ritel adala faktor lokasi. Panduan dalam memilih lokasi usaha ritel yang baik menurut Guswai (2009) adalah sebagai berikut.:
a.       Terlihat (visible)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah harus terlihat oleh banyak orang yang lalu lalang di lokasi tersebut.
b.      Lalu lintas yang padat (heavy traffic)
Semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang, maka semakin banyak orang yang tahu mengenai usaha ritel tersebut.
c.       Arah pulang ke rumah (direction to home)
Pada umumnya, pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada saat pulang ke rumah. Sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat kerja.
d.      Fasilitas umum (public facilities)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal angkutan umum, pasar, atau stasiun kereta. Fasilitas umum tersebut bisa menjadi pendorong bagi sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk kemudian berbelanja di toko ritel. Hal ini disebut dengan impulsive buying atau pembelian yang tidak direncanakan.
e.       biaya akuisisi (acquisition cost)
Biaya merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam berbagai jenis usaha. Peritel harus memutuskan apakah akan membeli suatu lahan atau menyewa suatu lokasi tertentu. Peritel hendaknya melakukan studi kelayakan dari sisi keuangan untuk memutuskan suatu lokasi usaha ritel tertentu.
f.        Peraturan/perizinan (regulation)
Dalam menentukan suatu lokasi usaha ritel harus juga mempertimbangkan peraturan yang berlaku. Hendaknya peritel tidak menempatkan usahanya pada lokasi yang memang tidak diperuntukan untuk usaha, seperti taman kota dan bantaran sungai.
g.      Akses (access)
Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang baik haruslah memudahkan calon pembeli/pelanggan untuk sampai ke suatu usaha ritel. Jenis-jenis hambatan akses bisa berupa perubahan arus lalu lintas atau halangan langsung ke lokasi toko, seperti pembatas jalan.
h.      Infrastruktur (infrastructure)
Infrastruktur yang dapat menunjang keberadaan suatu usaha ritel, antara lain lahan parkir yang memadai, toilet, dan lampu penerangan. Hal tersebut dapat menunjang kenyamanan pelanggan dalam mengunjungi suatu toko ritel.
i.        Potensi pasar yang tersedia (captive market
Pelanggan biasanya akan memilih lokasi belanja yang dekat dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel yang dekat dengan pelanggan akan meringankan usaha peritel dalam mencari pelanggan.
j.        Legalitas (legality)
Untuk memutuskan apakah membeli atau menyewa sebuah lokasi untuk menempatkan usaha, peritel harus memastikan bahwa lokasi tersebut tidak sedang memiliki masalah hukum (sengketa). Segala perjanjian jual beli maupun sewa-menyewa hendaknya dilakukan di hadapan notaris. Pihak notaris akan memeriksa kelengkapan dokumen sebelum melakukan pengesahan jual beli ataupun sewa-menyewa.

Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat memiliki dampak jangka panjang. Peritel harus mempertimbangkan biaya yang sudah dikeluarkan ketika menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik, jaringan sistem komputer, dan dekorasi bangunan. Memindahkan bisnis ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga bukan hal yang mudah karena harus mempertimbangkan barbagai hal, seperti luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi ruangan, perizinan, dan lain sebagainya.

2.      Harga yang tepat
Usaha ritel biasanya menjual produk-produk yang biasa dibeli/dikonsumsi pelanggan sehari-hari. Oleh karena itu, pelanggan bisa mengontrol harga dengan baik. Jika suatu toko menjual produk dengan harga yang tinggi, maka pelanggan akan pindah ke toko lain yang menawarkan harga yang lebih rendah, sehingga toko menjadi sepi pelangaan. Sebaliknya, penetapan harga yang terlalu murah mengakibatkan minimnya keuntungan yang akan diperoleh, sehingga peritel belum tentu mampu menutup biaya-biaya yang timbul dalam menjalankan usahanya.

3.      Suasana toko
Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk datang dan berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan musik ataupun mengatur tata cahaya toko. Ada dua hal yang perlu di perhatikan untuk menciptakan suasana toko yang menyenangkan, yaitu eksterior toko dan interior toko.
a.       Eksterior  toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik yang bisa dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, tangga, dinding, jendela dan sebagainya. Eksterior toko berperan dalam mengounikasikan informasi tentang apa yang ada didalam gedung, serta dapat membentuk citra terhadap keseluruhan tampilan toko.
b.      Interior toko, meliputi estetika toko, desain ruangan, dan tata letak toko, seperti penempatan barang, kasir, serta perlengkapan lainnya
Jika pelanggan menangkap eksterior toko dengan baik, maka ia akan termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah  memasuki toko, ia akan memperhatikan interior toko dengan cermat. Jika pelanggan memiliki persepsi / anggapan yang baik  tentang suatu toko, maka ia akan senang dan betah berlama-lama didalam toko.
      Selain eksterior dan interior  toko, faktor penting lainnya yang memengaruhi keberhasilan toko adalah pramuniaga. Pramuniaga menentukan puas tidaknya pelanggan setelah berkunjung sehingga terjadi transaksi jual beli ditoko tersebut. Pramuniaga yang berkualitas  sangat menunjang kemajuan toko. Pramuniaga sebaiknya mampu menarik simpati pelanggan dengan segala keramahannya, tegur sapanya, informasi yang diberikan, cara bicara, dan suasana yang bersahabat.


C. Peran dan Fungsi Usaha Ritel

1.     Peran Usaha Ritel
Produsen menjual produknya kepada grosir (wholesaler). Kemudian grosir menjualnya kepada pedagang eceran / ritel ( pengecer / peritel). Pengecer  / peritel adalah orang-orang atau toko yang kegiatan utamanya mengecerkan barang. Mereka menjual barang pada konsumen akhir. Pemasaran ritel ini sangat penting artinya bagi produsen karena melalui usaha  ritel, produsen dapat memperoleh informasi berharga mengenai produknya. Produsen dapat mewawancarai peritel mengenai pendapat konsumen mengenai bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya. Selain itu juga dapat diketahui mengenai kondisi perusahaan pesaing. Produsen dan peritel dapat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Produsen dapat memasang iklan, mengadakan undian, atau memberi hadiah kepada konsumen melalui toko-toko peritel. Kadang kala ada produsen  yang langsung memberikan bonus kepada peritel.
     Usaha ritel memberikan kebutuhan ekonomis bagi pelanggan melalui lima cara, antara lain :
a. Memberikan suplai / pasokan barang dan jasa pada saat dan ketika dibutuhkan konsumen/pelanggan dengan sedikit atau tanpa penundaan. Usaha ritel biasanya berlokasi didekat rumah pelanggan, sehingga pelanggan bisa dengan segera mendapatkan suatu produk tanpa perlu menunggu lama.
b.      Memudahkan konsumen/pelanggan dalam memilih atau membandingkan bentuk, kualitas, dan barang serta  jasa yang ditawarkan. Pelanggan mungkin hanya ingin lebih dari sekedar mendapatkan barang yang diinginkan pada tempat yang nyaman. Mereka hampir ingin selalu belanja di mana bisa mendapatkan kemudahan memilih, membandingkan kualitas, bentuk, dan harga dari produk yang diinginkan. Dalam menarik dan memuaskan pelanggan, para peritel biasanya akan berusaha menciptakan suasana belanja yang nyaman.
c.       Menjaga harga jual tetap rendah agar mampu bersaing dalam memuaskan pelanggan.
d.   Membantu meningkatkan standar hidup masyarakat. Produk yang dijual dalam usaha ritel, tergantung pada apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya promosi yang dilakukan, tidak hanya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beragam produk barang dan jasa, tetapi juga dapat meningkatkan keinginan pelanggan untuk membeli. Hasil akhirnya adalah peningkatan standar hidup dan penjualan produk.
e.     Adanya usaha ritel juga memungkinkan dilakukannya produksi besar-besaran (produksi massal). Produksi massal tidak akan dapat dilakukan tanpa sistem pengecer yang efektif dalam mendistribusikan produk yang dibuat secara massal bagi pelanggan.
Peran ritel dalam kehidupan perekonomian secara keseluruhan, yaitu sebagai pihak akhir (final link) dalam suatu rantai produksi, yang dimulai dari pengolahan bahan baku, sampai dengan distribusi barang (dan jasa ) ke konsumen akhir.

2.     Fungsi Usaha Ritel
fungsi usaha ritel dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan antara lain :
a.       Melakukan kegiatan usahanya di lokasi yang nyaman dan mudah di akses pelanggan, seperti di sekitar rumah-rumah penduduk,
b.      Memberikan beragam produk sehingga memungkinkan pelanggan bisa memilih produk yang diinginkan,
c.       Membagi produk yang besar sehingga dapat dijual dalam kemasan/ukuran yang kecil,
d.      Mengubah produk menjadi bentuk yang lebih menarik. Adakalanya untuk meningkatkan penjualan, peritel menggunakan promosi beli satu gratis satu. Dalam hal ini, produk dikemas secara menarik sehingga pelanggan tertarik untuk
e.       Menyimpan produk agar tetap tersedia pada harga yang relatif tetap,
f.       Membantu terjadinya perubahan (perpindahan) kepemilikan barang, dari produsen ke konsumen,
g.      Mengakibatkann perpindahan barang melalui sistem distribusi,
h.      Memberikan informasi, tidak hanya ke pelanggan, tapi juga ke pemasok,
i.        Memberikan jaminan produk, layanan purna jual, dan turut menangani keluhan pelanggan,
j.        Memberikan fasilitas kredit dan sewa. Contohnya, jasa penyewaan mobil yang kegiatan usahanya menyewakan mobil, atau toko kmoputer yang menyediakan fasilitas pembelian komputer jinjing (laptop) secara kredit.

D. Kelebihan Dan Kekurangan Usaha Ritel

Usaha ritel memiliki kelebihan dan kekurangannya dalam kegiatannya. Kelebihan dan kekurangan usaha ritel, antara lain sebagai berikut.

1.      Kelebihan Usaha Ritel
Kelebihan usaha ritel, antara lain :
a.       Modal yang diperlukan cukup kecil, namun keuntungan yang diperoleh cukup besar.
b.      Umumnya lokasi usaha ritel strategis. Mereka mendekatkan tempat wisata dengan tepat berkumpul konsumen, seperti didekat pemukiman penduduk, terminal bis, atau kantor-kantor.
c.       Hubungan antara peritel dengan pelanggan cukup dekat, karena adanya komunikasi dua arah antara pelanggan dengan peritel.
2.      Kekurangan Usaha Ritel
Kekurangan usaha ritel, antara lain :
a.       Keahlian dalam mengelola toko ritel berskala kecil kurang diperhatikan oleh peritel. Usaha ritel berskala kecil terkadang dianggap hanyalah sebagai pendapatan tambahan sebagai pengisi waktu luang, sehingga peritel kurang memperhatikan aspek pengelolaan usahanya.
b.      Administrasi (pembukuan) kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh peritel, sehingga terkadang uang atau modalnya habis tidak terlacak
c.       Promosi usaha tidak dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga ada usaha ritel yang tidak diketahui oleh calon pembeli atau pelanggan.

E. Analisis Kebijakan Pemerintah

Banyaknya peritel asing dari luar negeri, seperti lotte mart, carrefour, dan  giant bisa membuat para peritel lokal kesulitan untuk bersaing. Untuk melindungi pengusaha lokal / dalam negeri, pemerintah telah memberlakukan beberaapa peraturan ,diantaranya dengan mengeluarkan peraturan presiden no. 112 tahun 2007 , mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional , pusat perbelanjaan , dan toko modern. Dalam peraturan ini , pemerintah menetapkan zona/luas wilayah usaha pasar tradisional (toko, kios, dan toko modern. Batas luas lantai penjualan toko modern adalah sebagai berikut :
a.       Minimarket, kurang dari 400 m2;
b.      Supermarket, 400 m2 s.d 5000 m2;
c.       Hypermarket, di atas 5000 m2;
d.      Department store, di atas 400 m2;
e.       Perkulakan, di atas 5000 m2.

lokasi toko modrn harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasinya. Pendirian toko modern juga wajib memperhatikan jarak lokasi usahanya misalnya dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya. Peraturan yang mengatur mengenai jarak antara toko modern dengan pasar tradisional di atur dalam peraturan daerah. Misalnya untuk wilayah DKI jakarta, hal ini diatur dalam pasal 10 peraturan daerah provinsi DKI jakarta no. 2 tahun 2002, tentang perpasaran swasta. Dalam pasal ini ditentukan mengenai jarak sarana/tempat usaha sebagai berikut :
a.       Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak di sisi jalan lingkungan/kolektor/arteri;
b.      Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 200 m2 harus berjarak radius 1,0 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan kolektor/arteri;
c.       Usha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 1000 m2 s.d 2000 m2 harus berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan kolektor/arteri;
d.      Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 2000 m2 s.d 4000 m2 harus berjarak radius 2 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan kolektor/arteri;
e.       Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 4000 m2 harus berjarak 2,5 km dari pasar lingkungan dan harus terletak di sisi jalan kolektor/arteri.
Selain melalui peraturan presiden, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga turut mengawasi persaingan yang terjadi antara peritel besar/modern dengan peritel kecil/pasar tradisional.
 


A.    Klasifikasi Usaha Ritel
Usaha ritel dapat diklasifikasikan berdasarkan skala usaha dan teknik memasarkan produk. Simak uraian berikut.
1.      Berdasarkan skala usaha 
Berdasarkan skala usahanya, usaha ritel dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu ritel besar (peritel berskala besar), dan ritel kecil (peritel berskala kecil).
a.       Ritel besar
Perdagangan ritel berskala besar menyediakan satu jenis barang ataupun berbagai barang kepada sejumlah besar pelanggan dalam suatu toko besar. Dalam kegiatan usahanya, peritel berskala besar menyediakan kenyamanan bagi pelanggan, baik berupa interior dan eksterior toko, maupun keramahan pelayanan yang diberikan wiraniaganya. Produk yang biasa ditawarkan oleh peritel berskala besar, antara lain pakaian, alat-alat elektronik, dan  juga produk-produk impor.

Ciri-ciri peritel besar, antara lain:
·         Membeli produk langsung dari produsen dalam jumlah besar, sehingga menghindari penggunaan perantara dalam pembelian produknya,
·         Menyediakan layanan kepada sejumlah besar pelanggan, misalnya dengan memberikan layanan antar barang kerumah pelanggan,
·         Ukuran tokonya  lebih besar daripada ritel berskala kecil,
·         Membutuhkan modal yang besar untuk memulai dan menjalankan usahanya.
            Contoh dari toko ritel berskala besar adalah specialty store, department store, super market, discount house, hyper market, general store, dan chain store.
b.      Ritel kecil
Peritel berskala kecil disebut dengan ritel tradisional. Ragam produk yang ditawarkan biasanya tidak sebanding yang ditawarkan peritel besar. Misalnya untuk produk sabun  mandi, jenis merek yang ditawarkan peritel kecil mungkin tidak terlalu banyak nilai dibandingkan peritel besar. Usaha ritel kecil dapat dibagi menjadi dua, yaitu usaha ritel kecil berpangkal dan tidak berpangkal.

1)      Usaha ritel berpangkal
Usaha ritel berpangkal ini ada yang memiliki lokasi tetap, seperti warung atau kios, dan ada yang memiliki lokasi tidak tetap, seperti pedagang kaki lima.  Lokasi warung atau kios biasanya menjadi satu dengan tempat tinggal pemiliknya, dengan luas yang tidak terlalu besar, sehingga pelanggan tidak bisa memilih secara langsung barang yang akan dibeli. Sedangkan pedagang kaki lima memiliki kegiatan usaha yang tidak terorganisir dengan baik, tidak memiliki surat ijin usaha, byasanya bergerombol di trotoar  jalanan.
2)      Usaha ritel tidak berpangkal
Jenis usaha  ritel ini tidak memiliki suatu lokasi kusus dalam melakukan kegiatan usahanya ( berpindah-pindah). Jenis usaha ritel ini menggunakan alat dalam kegiatan usahanya, seperti roda dorong, sepeda, atau alat pikul. Produk yang ditawarkan biasanya berupa buah-buahan dan sayur-mayur.

2.      Berdasarkan teknik memasarkan produk
Sebagian besar usaha ritel dilakukan melalui toko (in-store retailing), namun perkembangan usaha ritel non-toko atau ritel yang tidak dilakukan di toko (non-store retailing), tumbuh jauh lebih cepat daripada toko ritel. Ritel non-toko berarti penjualan barang atau jasa kepada konsumen/pelanggan melalui saluran selain toko, seperti surat, telepon, atau internet.
a.       In-store retailing
Dalam in-store retailing, transaksi antara pembeli dan penjual dilakukan di suatu tempat tertentu seperti toko atau warung. In-store retailing terbagi kedalam tiga kategori, yaitu :
1)      Specialty merchandisers
Toko ritel jenis ini terdiri atas :
·         Single-line stores, merupakan toko ritel yang menawarkan satu lini produk barang dagangan, dengan cukup banyak pilihan yang disajikan. Contohnya pada toko buku, tersedia 20 jenis buku yang membahas mengenai kewirausahaan.
·         Limited-line stores, merupakan toko ritel yang menawarkan pilihan barang dagangan yang lebih sempit di bandingkan dengan single-line stores. Toko roti merupakan contoh dari limited-line stores pada kategori makanan.
·         Specialty shops, merupakan toko riel yang menjual barang-barang secara khusus dengan mengkonsentrasikan diri pada beberapa jenis barang dagangan tertentu. Misalnya toys “R” Us yang hanya menjual mainan anak-anak. Specialty shops merupakan toko ritel yang lebih fokus dan berhati-hati dalam menentukan segmen pasar dan penyedia barang dagangan dengan target pasar yang sangat khusus.
2)      General merchandiser
Toko ritel jenis ini terdiri atas :
·         General stores, merupakan toko ritel yang menyediakan lini produk yang lebih luas dan memiliki pilihan yang lebih sedikit dibandingkan dengan single-line stores. General stores merupakan toko non-departemen yang menjual beragam barang kebutuhan pokok seperti gula, tepung, dan obat-obatan. Kategori tersebut bisa bertahan di daerah-daerah pedesaan atau kota-kota kecil dengan konsentrasi penduduk yang terbatas dan lebih banyak membutuhkan pelayanan secara umum, daripada pelayanan khusus yang bagi mereka kurang penting.
·         Variety stores, merupakan toko ritel yang menyediakan banyak kategori barang dagangan, namun dengan pilihan yang terbatas. Misalnya pada kategori makanan kaleng, tersedia lengkap mulai dari makanan kaleng daging, buah-buahan, dan sayuran kaleng.
·         Departement stores, merupakan toko yang besar dan terbagi kedalam beberapa bagian departemen dan menawarkan beragam produk. Barang-barang yang biasa dijual di departement store antara lain pakaian dan perlengkapan rumah tangga, atau dengan kata lain produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen. Departement store yang modern juga menyediakan jasa layanan tertentu seperti pembungkus kado. Contoh dari jenis ritel ini adalah matahari dan ramayana departement store.
3)      Mass merhandiser
Toko ritel jenis ini terdiri dari :
·         Supermarket (pasar swalayan), merupakan toko ritel yang operasinya cukup besar, berbiaya rendah, memiliki margin/pendapatan rendah, volume penjualan tinggi, terkelompok berdasarkan lini produk, menggunakan sistem swalayan (pelanggan mencari dan memilih sendiri produk yang diinginkan), serta dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, seperti daging, hasil produk olahan maupun produk non-makanan seperti mainan, majalah dan sebagainya. Contoh supermarket antara lain hero dan superindo.
·         Superstores, merupakan toko ritel yang menawarkan pilihan produk yang lebih luas yang dibeli secara rutin seperti buku, mainan, barang-barang elektronik, produk perbaikan rumah tangga, hewan peliharaan dan perlengkapannya, dan layanan jasa seperti perbankan dan dry cleaning. Superstores jauh lebih besar daripada pasar swalayan. Bagi pelanggan, superstores menyediakan layanan yang bersifat one-stop shopping (layanan sekali jalan). Sementara bagi peritel, superstores memberikan margin/keuntungan yang lebih tinggi terutama pada produk non-makanan dan memiliki laba yang cukup besar dari otlet makanan cepat saji. Superstores juga merupakan cara yang lebih efektif dalam menghadapi toko ritel konvensional. Contoh superstores ini antara lain giant, carrefour, dan hypermarket.
·         Combination stores, merupakan toko ritel yang mengkombinasikan antara toko makanan dengan toko obat-obatan yang lebih besar daripada superstores dengan ragam barang dagangan dan pelayanan yang lebih.
·         Hypermarket, merupakan toko ritel yang dijalankan dengan mengkombinasikan model discount store, supermarket, dan ware house store di suatu tempat. Barang-barang yang ditawarkan seperti produk grosiran, minuman, perlengkapan mobil, perabotan rumah tangga, dan furniture. Pendekatan dasar dari hypermarket adalah tampilan besar dan penanganan yang minim dari wiraniaga toko serta memberikan diskon kepada pelanggan yang bersedia membawa alat-alat rumah tangga dan mebel yang berat yang dibelinya keluar dari toko.
·         Discount stores (toko diskon), merupakan toko ritel yang memiliki volume penjualan yang besar, sistem swalayan, adanya departementalisasi, serta menjual beragam barang dagangan dengan mark up (penambahan) harga yang rendah untuk memperoleh perputaran barang yang tinggi. Barang yang dijual adalah barang standar dengan harga barang yang lebih murah karena mengambil keuntungan yang rendah dan menjual dengan volume tinggi. Toko diskon yang sebenarnya, secara reguler menjual barangnya dengan harga yang lebih rendah, bukan memberikan potongan diskon berkali-kali ataupun diskon khusus.
·         Warehouse showroom, merupakan discount retailer yang menyediakan sejumlah fasilitas tempat yang disediakan bagi bermacam-macam usaha dengan memfokuskan pada volume penjualan yang tinggi dengan harga yang rendah. Lokasi usaha akan membantu menjaga biaya operasi yang rendah.
·         Catalog showroom, merupakan usaha ritel yang menjual banyak pilihan produk bermerek dengan mark up/penambahan harga yang tinggi dan memiliki perputaran barang dagangan tinggi dengan harga diskon. Toko ini memberikan fasilitas kepada pelanggan dimana pelanggan bisa membandingkan kualitas dan harga produk yang akan dibeli di rumah sebelum pelanggan pergi ke toko untuk berbelanja, sesuai dengan katalog yang di kirimkan kepada mereka. Konsumen juga bisa memilih contoh barang dagangan yang dipajang di showroom (ruang pamer). Pada umumnya para pelanggan sudah memiliki pengetahuan/informasi mengenai produk sebelum melakukan pembelian, maka cukup sedikit tenaga penjual yang di perlukan di showroom.
·         Warehouse clubs, merupakan usaha ritel dengan volume  (wholesale retail), melayani usaha kecil dengan para anggota dari lembaga pemerintah, organisasi nirlaba dan beberapa perusahaan besar dengan perputaran barang dagangan bermerek yang tinggi. Warehouse clubs beroperasi dalam bangunan yang besar, berbiaya rendah, dan hanya memiliki sedikit hiasan/dekorasi ruangan. Biaya operasi warehouse clubs rendah karena mereka membeli dalam jumlah yang besar dan menggunakan sedikit tenaga kerja dalam penyimpanan barangnya. Warehouse clubs tidak melakukan jasa layanan pengiriman barang ke rumah dan juga tidak menerima pembayaran secara kredit. Namun, mereka menawarkan harga yang jauh lebih rendah, biasanya 20% - 40% di bawah harga pasar swalayan dan toko diskon.
Selain kategori diatas, cox (2000) menambahkan bahwa usaha ritel toko juga bisa di klasifikasikan berdasarkan beberapa kategori, antara lain sebagai berikut.
a.       Bentuk hukum. Apakah usaha tersebut bersifat kepemilikan tunggal (sole proprietorship), kemitraan (partnership), ataukah perusahaan terbatas, baik privat ataupun publik.
b.      Stuktur operasional. Terdiri dari satu outlet/toko ritel (independent trader), banyak outlet ritel (multiple/chain store), ataupun consumer co-oprative.
c.       Ukuran outlet. Seperti yang terdapat pada perpres No. 112 Tahun 2007 mengenai penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan toko modern, yaitu minimarket kurang dari 400 m2; supermarket 400 m2 s.d 5000 m2; hypermarket diatas 5000 m2; departement store di atas 400 m2; serta perkulakan di atas 5000 m2.
d.      Lokasi. Salah satunya usaha ritel yang terletak di pusat perbelanjaan (shopping center). Pusat pembelanjaan merupakan sekelompok bisnis ritel yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki dan dikelola sebagai satu unit. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kelompok peritel yang terdiri dari bermacam-macam jenis produk barang dan jasa.

b.      Non-store retailing.
Penjualan ritel non-toko terbagi kedalam tiga kategori. antara lain penjualan, penjualan tidak langsung, dan penjualan otomatis.
1)        Penjualan langsung
                        Penjualan langsung terdiri dari hubungan langsung dengan konsumen pelanggan individual yang ditargetkan secara seksama untuk meraih respons secara cepat, dan membangun hubungan pelanggan yang langsung. Perjualan yang dimaksud di sini, tidak termasuk penjualan ke pada konsumen bisnis (business-to-business). Terdapat tiga jenis penjualan langsung menurut Sopiah dan Syihabuddin (2008), yaitu:
·         Penjualan satu-satu (one to one sellingi,